Di seluruh dunia, para Odha (Orang dengan HIVAIDS) yang sembuh dari AIDS sudah sangat banyak jumlahnya. Kesembuhan mereka adalah bukti nyata bahwa AIDS bukanlah penyakit yang tidak bisa disembuhkan. Bahkan, mereka mendapatkan kesembuhan bukan karena obat-obatan kimia, tapi karena perbaikan nutrisi dan obat alami.
Namun, bertolak belakang dengan realita kesembuhan yang makin banyak di seluruh dunia, komunitas medis konvensional dan media massa umum, tetap saja memberitakan informasi bahwa AIDS merupakan penyakit yang tidak bisa disembuhkan dan Odha berkewajiban untuk mengonsumsi ARV seumur hidup mereka.
Kali ini saya akan menguak sedikit rahasia tentang adanya mafia kesehatan kasus HIV/AIDS, dimana para mafia terus “mencuci otak” masyarakat dan praktisi medis untuk percaya bahwa AIDS tidak bisa disembuhkan dan satu-satunya obat yang bisa diandalkan HANYALAH ARV. Dengan kepercayaan seperti ini, mereka mendapatkan uang yang sangat banyak dari repeat order SEUMUR HIDUP para Odha, terlebih repeat order tersebut adalah dari seluruh dunia.
Jika banyak masyarakat dan praktisi medis tahu bahwa AIDS bisa disembuhkan dan obat alamilah satu-satunya pengobatan yang dapat diandalkan (bahkan tanpa efek samping), maka para mafia ini akan kehilangan pendapatan terbesarnya, karena masyarakat dunia stop menjadi “langganan setia mereka”.
KESAKSIAN PARA ODHA TANPA ARV
Pertama-tama saya akan bagikan sebagian kecil kesaksian para Odha tanpa ARV, yang menunjukkan bahwa mereka tidak perlu ARV dan hidup mereka bisa normal berkat perbaikan nutrisi serta obat alami. Kita simak dulu kesaksian dari para Odha luar negeri, kemudian para Odha Indonesia.
Norman Sartor, Kanada
Nama saya Norman Sartor. Saya dulu didiagnosa dengan gejala AIDS di bulan Desember 1995 dimana CD4 saya adalah 51. Pada saat itu tidak ada test viral load dan di bulan Februari 1996, saya mulai memakai AZT, satu-satunya perawatan resmi dari Health Canada. Kemudian selama lebih dari 10 tahun, saya mendapat ARV yang meliputi AZT, 3TC, Saquinavir, Zerit, Norvir, Viracept, Sustiva, Fuzeon, Viread and Kaletra.
Celexa, Septra, Marinol, Bactrum, Losec, Teveten, Pariet, Crestor, Lipitor, Welbutrin, Prozac, Hydrochlorothiazide dan Lorazepam, diresepkan ke saya untuk mengatasi efek samping yang ada yaitu berat badan turun, sariawan, keringat dingin di malam hari, jamur kuku, lipoatrophy, ruam saraf, dan anemia. Gejala fisik dan psikologis lainnya juga muncul.
Dengan Fuzeon, saya selalu mendapat suntikan 2 kali sehari, dan sesudah 10 tahun memakai ARV dan obat untuk lipoatrophy, lemak tubuh saya bertambah. Berulang-ulang muncul gejala ISR seperti kulit merah, pembengkakan, dan kulit mengeras. Saya berpartisipasi dalam uji klinis di bulan May 2005 yang disponsori oleh Canadian Immunodeficiency Research Collaborative untuk mengevaluasi penggunaan alat suntik Biojector CO2 dibandingkan penggunaan jarum hypodermic standar. Lagi-lagi gejala ISR tetap muncul. Obat yang dipakai bersamaan dengan Fuzeon adalah Kaletra, Viread dan 3TC.
Setelah bertahun-tahun meneliti HIV/AIDS, nutrisi, dan satu dekade memakai ARV, pil-pil, serum, jarum suntik dan tembakan CO2, dan di atas semua itu, yaitu mengalami berbagai efek samping obat-obatan, kecuali kematian, saya pun akhirnya berhenti dari obat-obatan pada tanggal 16 Mei 2006. Mulai dari Agustus 2006 sampai dengan Januari 2007, terdapat penurunan 49% untuk viral load dan peningkatan 38% untuk sel CD4. Saat ini saya sudah lebih dari 1 tahun tanpa obat-obatan dan selama 1 tahun tersebut bisa menghemat $50.000 untuk biaya pengobatan karena hanya untuk Fuzeon saja bisa menghabiskan $2.650/bulan.
Saya pun beralih ke suplemen bulanan yaitu Selenium, NAC, Tryptophan dan L-Glutamine dengan biaya $100-$120. Hasil positif yang saya capai bukanlah suatu hal yang unik karena banyak Odha berhasil hidup normal tanpa obat-obatan.
Pengukuran viral load dan CD4, penandaan test darah yang digunakan untuk akses kesehatan dan penentuan terapi, tidak dirancang untuk orang yang sehat. Dalam 1 dekade memakai terapi ARV dan obat-obatan kimia lainnya, saya tidak dalam keadaan sehat. Saya mengalami tekanan darah tinggi dan kadar kolesterol tinggi, fungsi hati yang tidak normal, serangan osteoarthritis, duodenitis, peripheral neuropathy, nocturia, lipoatrophy, serta hepatitis B yang berkembang ke grade 2. Sekarang kebanyakan efek samping telah mereda dan baru pertama kali ini selama 10 tahun, hati saya berfungsi dengan normal. (Setelah berhenti dari ARV dan obat-obatan kimia) hepatitis B saya sekarang jadi kondisi pre-existing dan tetap terkontrol dengan pola makan yang benar.
Ada banyak pendekatan yang lebih manusiawi dalam mengatasi HIV/AIDS dengan cara merawat kita dibandingkan merawat penyakitnya.
Terry, Florida
Ada dua tanggal penting dalam hidup saya yang pernah terjadi berhubungan HIV dan AIDS.
Musim semi (Mei), 2000 saya terdiagnosis positif HIV oleh Dept. Kesehatan di Florida. Segera saya mengatur janji temu dengan seorang Spesialis Penyakit Menular. Saya telah menjalani hidup selibat (tanpa seks) selama 5 tahun sesudah terdiagnosa positif HIV tapi ini saya lakukan atas rekomendasi dokter keluarga karena saya juga menderita Shingles (Herpes Zoster) yang sangat parah.
Dokter mengatakan bahwa saya akan meninggal dalam waktu 6 bulan jika saya tidak segera memulai pengobatan HAART. Jadi, tanpa tahu apa-apa dan karena percaya dengan ketetapan medis, saya pun menyetujui untuk memulai HAART.
Selama lebih dari tujuh setengah tahun kemudian, dengan penuh kepercayaan saya memakai HAART, setiap pagi dan sore, terus bervariasi dari satu kombinasi obat ke kombinasi obat lainnya. Beberapa dari mereka menyebabkan naiknya kadar kolesterol sehingga saya mengganti ke obat lainnya. Beberapa pengobatan yang sudah saya pakai lama adalah Combivir, Epiver, Sustiva, Viread, Trizivir, dan lain-lain.
Efek samping paling buruk yang pernah saya alami adalah kadar kolesterol tinggi, berkurangnya otot (otot saya sekarang sangat sedikit), masalah pencernaan dan perut kembung terus menerus, sembelit berkepanjangan, dan pipi yang “melorot” ke bawah. Saya mulai terlihat seperti hampir mati. Tapi dokter saya tidak akan mengakuinya. Saya juga kehilangan sebagian besar gigi saya selama tahun pertama perawatan medis… namun demikian viral load secara konsisten tak terdeteksi dan sel T saya naik dari biasanya <200 menjadi sekitar 500 dan terus tetap ke jumlah itu.
Singkat cerita, saya tidak menderita efek samping obat seburuk yang pernah dialami orang lain. Setidaknya saya tidak menderita diare. Saya terus melanjutkan kerja full time saya dan tidak pernah ijin kerja karena sakit selain mungkin karena flu sekali dalam setahun. Bagi orang lain, saya lebih terlihat sehat dibandingkan terlihat seperti orang yang sedang sekarat.
Di tahun 2007, saya menemukan buku Christine Maggiore, “Bagaimana Jika Apa yang Anda Tahu tentang HIV adalah Salah? (What if everything you knew about AIDS is wrong),” dan buku tersebut telah mengubah hidup saya. Saya segera membaca buku Peter Duesberg setebal 800 halaman lebih, “Penemuan HIV/AIDS (The Invention of HIV/AIDS)” dan di titik itu, tantangan terbesar saya adalah mengendalikan rasa jijik dan amarah saya (terhadap penipuan hoax AIDS). Saya tetap bergumul dengan semua itu setahun kemudian.
Selesai membaca buku Peter dan mencari-cari informasi lain yang ada, saya bicara dengan dokter saya, yang sudah diganti di akhir tahun 2006 berhubung dokter sebelumnya berhenti praktek. Dokter baru benar-benar sangat yakin dengan pandangan bahwa HIV menyebabkan AIDS dan obat HAART adalah obat luar biasa yang bisa menyelamatkan hidup kita. Well…, saya tahu bahwa saya tidak bisa terus membayar dokter dengan pikiran tertutup seperti itu, jadi saya “memecatnya”. Tanpa saya sendiri sadari saat itu, keputusan tersebut sangat memerdekakan… salah satu keputusan terbaik yang pernah saya buat seumur hidup saya.
Saat itu adalah akhir Juli 2007. Saya berhenti dari semua pengobatan HAART di hari pertama Agustus 2007. Saya juga berhenti mengecek viral load dan sel T saya, sama sekali berhenti bertemu dengan dokter saya di tahun ini, kecuali bertemu dokter gigi untuk check-up dan pembersihan, dll. Toh saya tidak merasa perlu. Jumat ini akan menjadi ulang tahun ke 57 saya… dan saya bermaksud untuk merayakannya dengan cara berbeda.
Saya harus mengatakan bahwa saya tidak percaya dengan teori HIV=AIDS… dan itulah dia… hanya sebuah teori…dan memiliki banyak “lubang” di dalamnya. Saya tidak takut dengan status HIV saya, walaupun saya masih diberi label positif HIV dan harus menyingkapkan fakta tersebut ke semua pasangan seksual saya supaya terlepas dari tuduhan “pembunuhan” karena tidak memberitahukan yang sebenarnya. Jadi, demikianlah status HIV saya akan “menghantui” seumur hidup saya kecuali atau sampai industri HIV/AIDS hancur. Kita hanya bisa berharap!
Saya belum pernah merasa begitu baik sebelumnya sejak melakukan pembersihan tubuh dari racun kimia di musim gugur tahun lalu. Saya jadi vegetarian sejak 1972, jadi saya mencoba untuk memiliki pola makan sehat dan mengonsumsi suplemen vitamin. Saya melanjutkan bekerja penuh waktu, memiliki usaha sendiri dan sangat sehat, bahagia serta sejahtera.
Saya mendukung siapapun yang terdiagnosa HIV untuk melakukan penelitian sendiri. Rasanya “dag dig dug” saat pertama melakukannya (penelitian sendiri)… dan memang demikian. Bagaimanapun juga, ada banyak website dengan informasi dan pengetahuan dasar yang akan membantu Anda membuat keputusan apakah akan melanjutkan pengobatan (HAART) atau tidak. Setiap orang harus membuat keputusan tersebut untuk dirinya sendiri… bukan karena saya, bukan karena dokter Anda atau bahkan keluarga Anda. Ini adalah tubuh Anda, hidup Anda. Bukan milik orang lain.
Dengan melakukan penelitian sendiri akan membantu Anda keluar dari rasa takut yang telah “melekat” dalam jiwa Anda dan akan membantu Anda untuk berpikir. Kami semua di sini akan mengatakan kepada Anda bahwa bukti-bukti begitu banyak dan kita telah ditipu untuk percaya paradigm “genocidal” mengerikan ini. Berpikirlah untuk diri sendiri.
Doa saya yang terbaik untuk Anda yang membaca kesaksian ini dan yang berada di situasi serupa (sebagai Odha).
Made, Bali
Dibulan September 2010, setelah mendapat informasi penyembuhan AIDS dari Healindonesia, saya mencoba terapi herbal dengan memakai jamu tetes. Tiga bulan sebelumnya dinyatakan positif HIV dengan gejala TBC dan mulai memakai ARV lewat 2 bulan sesudah pengobatan TBC. Mempertimbangkan dampak efek samping ARV, saya lebih memilih terapi herbal saja. Walaupun dengan diagnosa positif HIV dan TBC, kondisi fisik saya sendiri sebenarnya normal dan nafsu makan juga bagus. Saya sama sekali tidak memperlihatkan gejala-gejala seperti orang sakit pada umumnya.
Sampai sekarang, saya hanya rutin memakai herbal untuk menjaga kesehatan saya dan telah terbukti bahwa tanpa ARV saya baik-baik saja layaknya orang normal.
Dani, Tangerang
Pada saat saya datang ke Yasar Nurma di bulan Juni 2009, kondisi saya ada pembengkakan di leher, ketiak dan punggung belakang. Saya menderita cacar, tumbuh jerawat di wajah dan punggung, jamur di selangkangan, indikasi IMS. Hasil lab menunjukkan adanya Hepatitis C dan bronchitis. Badan saya sering lemas, merasakan nyeri sendi, sakit di dada, vertigo, diare dan gatal-gatal.
Saya harus akui dari awal terapi saya terlihat main-main sehingga terapi saya dihentikan oleh Praktisi Yasar Nurma. Saya mohon maaf atas sikap saya, herbal powder 2x sehari untuk 15 hari tidak pernah habis tepat waktu, apalagi saya menutupi hasil rongent paru yang saya beritahukan setelah 8 bulan terapi, dimana kondisi saya adalah stadium 2 dan berpikir masa bodoh dengan hasil lab.
Saya tidak mau terlihat berbeda atau membedakan diri diantara teman-teman saya jadi apapun yang mereka tawarkan selalu saya terima baik ajakan untuk nongkrong, narkoba, miras, nongkrong, begadang. Walaupun tidak selalu sering, tapi menghabiskan waktu sampai larut malam adalah kebiasaan saya.
Praktisi Yasar Nurma fokus terhadap Hepatitis C yang saya derita dimana angka reaktifnya adalah 38,82 dengan LED 52. Setelah 4 bulan terapi, di bulan Oktober 2009 saya test lab kembali dan ternyata hasil lab hepatitis C turun menjadi 2,095 dengan LED 9.
Lalu di bulan Pebruari 2010 setelah berhenti terapi dari Yasar Nurma, sesuai anjuran, sampai sekarang saya menggantian ARV dengan mengonsumsi antibiotik alami, suplemen garlic dan air ionisasi. Saya tidak lagi tergantung dengan hasil tes HIV dan CD4 dan berusaha melupakan karena Yang Maka Kuasa berkenan atas umur saya. Saya hanya ingin melepas ARV sebagai tempat bergantung seumur hidup.
Bobby, Maumere
Saya mulai terapi di Yasar Nurma Foundation bulan Maret 2010. Pada saat itu saya menderita jamur di mulut, nyeri ulu hati, sinusitis, pnuemonia, dan sakit kuning.
Karena gejala yang terjadi pada saya mirip dengan HIV dan dibantu dengan rekan farmasi, memulai terapi di Yasar Nurma dengan kondisi apa adanya. Saya di diagnosa lewat telpon dan sms, saya informasikan keluhan dan gejala yang terjadi, lalu pesan herbal kapsul isi 180 kapsul 3x sehari 2 kapsul untuk 1 bulan pemakaian.
Saya cukup beruntung karena walaupun di daerah terpencil, saat merasa sakit, saya dibantu dan dipantau oleh rekan farmasi disini. Yasar Nurma memberikan terapi food combaining sesuai dengan kondisi penyakit saya saat ini, mengajarkan saya apa yang harus dihindari dan apa yang boleh dikonsumsi.
Saya berpikir untuk mencoba dulu apa yang disarankan Yasar Nurma. Kalaupun misalnya penyakit saya tidak ada perubahan, toh otomatis saya tinggal hentikan pemesanan herbalnya. Namun untunglah, sampai sekarang saya pun masih terus mengonsumsi herbal tersebut karena ada proses pemulihan dan penyembuhan, dimana hal tersebut dipantau oleh rekan farmasi saya. Lagi pula saya ingin menghindari kemotrapi yang mahal dan tidak ada semacam itu di kampung kami.
Dengan mengenal pengobatan secara holistik, saya jadi tahu banyak macam tentang herbal terutama di daerah kami di pesisir, ada banyak jenis tanaman dan buah, yang awalnya kami tidak tahu khasiatnya, akhirnya dapat kami jadikan menu sehat kami disini. Kini saya terbebas dari kewajiban minum ARV karena semua kondisi sakit bisa diatasi dengan nutrisi dan herbal.
Ririn, Pontianak
Di bulan April 2009, saya mengikuti terapi di Yasar Nurma dengan kondisi ada pembengkakan di leher, ketiak dan punggung belakang, gastritis, dan difteri. Saya sering mengalami mual dan kram perut, serta vertigo.
Saya langsung ditangani oleh Praktisi akupresur untuk pemulihan dari pembengkakan simful limfa. Di hari ketiga pembengkakan tersebut sudah berangsur hilang, lalu saya bergegas kembali ke daerah dengan membawa obat herbal dalam bentuk powder yang harus habis dalam waktu 1 bulan.
Di bulan Agustus 2009 saya melakukan tes CD4 dan puji syukur hasilnya naik menjadi 258, sampai akhir terapi hingga sekarang saya tidak mengalami hal memberatkan atau mengkhawatirkan kesehatan saya. Saya terus beraktivitas dan berusaha untuk tidak mengingat masa lalu. Saya yakin dengan kondisi saya saat ini. Saya lupakan HIV, CD4 dan ARV yang selalu ditawari oleh teman kelompok. Dengan berpikir positif semua terasa tentram, tetap menjalankan aktivitas, mengelola usaha sendiri dan berdoa. Tak lupa berbagai enzim mineral, air ionisasi, suplemen kesehatan dan menu food combining jadi santapan sehari-hari dan orangtua pun senang dengan melihat bertambahnya berat badan saya. Amin.
ARV
|
OBAT ALAMI/NUTRISI
|
Tidak bisa menyembuhkan AIDS.
|
Bisa menyembuhkan AIDS.
|
Karena tidak bisa menyembuhkan, maka harus dikonsumsi seumur hidup.
|
Ketika sudah sembuh, Odha bisa stop pengobatan.
|
“Memperbudak” Odha SEUMUR HIDUP dengan kewajiban jadwal ketatnya yang
harus dikonsumsi tepat waktu.
|
Tidak memperbudak Odha seumur hidup karena jadwal konsumsinya
fleksibel.
|
Bahan kimia tidak ramah lingkungan yang penuh dengan efek samping.
|
Bahan alami ramah lingkungan dan pada umumnya tanpa efek samping.
|
Mikroba makin kebal atau resisten walaupun dikonsumsi dengan jadwal
yang benar.
|
Tidak akan menimbulkan resistensi walaupun jadwalnya fleksibel.
|
Penuh efek samping. Tidak aman jika dikonsumsi dalam jangka panjang,
apalagi untuk seumur hidup.
|
Hampir tidak ada efeks samping. Aman jika dikonsumsi dalam jangka
panjang, apalagi jenis suplemen, sangat aman dikonsumsi seumur hidup untuk
mempertahankan kesehatan.
|
JANGAN LAGI MEMAKAI “TIMBANGAN RUSAK” TEST HIV, CD4, DAN VIRAL LOAD
Ya betul, saya sebut ketiganya sebagai timbangan rusak karena test HIV, CD4, dan viral load tidak bisa mengukur dengan benar dan akurat akan kesehatan seseorang. Ketiganya tidak bisa dijadikan alat diagnosis maupun prognosis yang tepat karena memiliki banyak “kecacatan”.
Test HIV yang Tidak Akurat
Test ELISA dan Western Blot yang pada umumnya dipakai untuk mendiagnosa infeksi HIV hanya bisa mendeteksi interaksi antara protein dan antibodi yang DIPERKIRAKAN berhubungan dengan HIV. Keduanya TIDAK BISA mendeteksi HIV itu sendiri, begitu juga dengan jenis test HIV lainnya.
Semua test antibodi HIV sangat tidak akurat. Satu alasan bagi ketidakakuratan tersebut adalah berbagai jenis virus, bakteri, dan antigen lainnya dapat menyebabkan sistem imun untuk membuat antibodi yang juga bereaksi sama dengan HIV. Misal: ketika Anda sedang menderita atau baru saja sembuh dari flu, cacar, hepatitis, TBC, pneumonia, herpes, kanker, diare, dan lupus, hasil test HIV bisa keluar positif!
Banyak antibodi yang ditemukan di dalam tubuh orang-orang sehat dan normal dapat menyebabkan hasil yang positif pada test antibodi HIV. Produksi antibodi dalam tubuh manusia yang terjadi karena infeksi virus bisa tetap ada dalam tubuh selama bertahun-tahun walaupun sistem imun telah mengalahkan virus tersebut, dan bahkan bisa untuk seumur hidup antibodi tersebut tetap ada. Dengan demikian, orang-orang sehat yang tidak pernah terjangkit HIV bisa memiliki hasil test HIV yang positif secara konsisten selama bertahun-tahun atau bahkan untuk seumur hidup mereka.
Kehamilan juga bisa menimbulkan respon yang positif. Antibodi yang diproduksi tubuh sebagai reaksi perlawanan terhadap infeksi mycobacterium dan ragi yang terdapat pada 90% pasien AIDS, menimbulkan hasil test HIV positif yang salah . Di satu studi, 13% orang Indian Amazon yang tidak memiliki AIDS dan juga tidak pernah ada kontak dengan orang luar selain suku mereka sendiri ternyata juga bisa mendapatkan hasil test HIV positif. Di laporan lainnya, 50% sampel darah dari anjing-anjing yang sehat juga bereaksi positif pada test antibodi HIV.
Nah, jika Anda punya akses atau fasilitas test HIV, kenapa tidak “iseng” mencoba mengadakan test HIV ke 100 pasien di suatu rumahsakit atau tempat bersalin? Bisa jadi lebih dari 80% hasilnya positif HIV!
Informasi lebih lengkap tentang ketidakakuratan test HIV bisa Anda baca di artikel saya yang berjudul “Apakah Test HIV/AIDS Sekarang Ini Akurat?”
Orang Sehat juga Punya CD4 Rendah
Para Odha (Orang dengan HIV/AIDS) dan praktisi medis sering memakai hasil test CD4 untuk mengukur tingkat kesehatan penderita HIV/AIDS. Standar batas normal CD4 yang diakui adalah 400-1400. Jika di bawah 400, seorang Odha dinyatakan tidak sehat karena virus HIV mulai aktif menyerang. Terlebih lagi jika ada yang kadar CD4-nya di bawah 40, secara teori sudah sangat sakit dan dalam keadaan “bed rest”.
CD4 sebenarnya penanda bagi adanya kolesterol dan plak arteri, bukan penanda system imun. CD4 dan CD8 akan naik ketika kadar kolesterol naik. Pemberian nicotinamide (vitamin B3) bisa menurunkan CD4 karena nicotinamide bisa menetralkan kolesterol. Sel CD4 biasanya berkumpul di area yang ada plak arteri dan memberikan signal ke sel darah putih untuk datang dan melahap kolesterol.
Boleh dibilang, kadar kolesterol dalam darah Anda akan mempengaruhi jumlah sel T Anda. Sel T CD4 terlibat dalam hal perbaikan arteri. Jadi orang yang sehat CD4nya malah bisa rendah, sedangkan orang yang sakit CD4-nya bisa tinggi.
Jika Anda masih belum percaya dengan hal ini, kenapa tidak mencoba mengadakan test CD4 ke sekelompok orang sehat seperti misalnya para dokter, para pemuka agama, dan para olahragawan? Kenapa tidak menguji kebenaran tentang test CD4 ini ke 10 dokter yang secara fisik terlihat sehat, dengan berat badan ideal, tidak merokok, tidak minum alkohol dan juga sehat secara emosional? Kita lihat apakah CD4 mereka tinggi atau rendah?
Untuk informasi lebih lengkap tentang kesalahpahaman dalam test CD4, silahkan Anda baca artikel saya yang berjudul “Awas, Jangan Tertipu dengan Test CD4!”
Test Viral Load juga Tak Kalah Menyesatkan
PCR adalah suatu teknik inovatif yang membuat para ilmuwan bisa mengambil sampel darah yang mengandung sejumlah molekul DNA atau RNA yang tak terdeteksi dan mendeteksi kuantitas fragmen dari molekul aslinya. Majalah Forbes menjabarkan PCR sebagai “versi bioteknologi dari mesin photo copy Xerox.” Dr. Kary Mullis, yang memenangkan Penghargaan Nobel untuk penemuan yang revolusioner ini menjelaskan bahwa, “PCR memungkinkan kita untuk mengidentifikasi sebuah jarum dalam tumpukan jerami dengan cara mengubah jarum menjadi tumpukan jerami.” Sementara PCR telah menyediakan suatu alat baru yang efektif bagi dunia ilmu pengetahuan dan industri, penerapannya kepada penelitian AIDS malah justru menyesatkan ketimbang bermanfaat.
Ho dan para peneliti lainnya menerapkan PCR untuk mencari, bukan HIV, tapi fragmen RNA, yaitu materi genetik pada inti virus. Menggunakan logika bahwa tiap partikel virus HIV mengandung dua RNA HIV, mereka MENGASUMSIKAN bahwa tiap dua potongan RNA yang terindikasi oleh PCR pasti berhubungan dengan satu partikel virus HIV, dan mereka menyebut penghitungan dari hasil test tersebut sebagai “viral load”.
Masalah dengan viral load adalah bahwa PCR mendeteksi dan menggandakan gen tunggal, dan seringkali hanya fragmen dari suatu gen. Ketika ia mendeteksi 2 atau 3 fragmen genetika dari kemungkinan lusinan gen lengkap, ini bukanlah bukti adanya keberadaan semua gen atau genome lengkap (adanya partikel virus HIV lengkap). Lebih jauh lagi, seseorang dapat membawa segenap genome retroviral dalam sel-sel tubuh seumur hidup mereka tanpa menghasilkan satu virus sedikitpun.
CDC mengakui bahwa spesifitas dan sensitifitas dari PCR masih “belum diketahui” dan bahwa “PCR tidak direkomendasikan dan tidak terlisensi untuk tujuan diagnosis rutin.” Para pembuat test viral load memperingatkan bahwa “test ini tidak dimaksudkan untuk digunakan sebagai test penyaring untuk HIV atau sebagai test diagnosis untuk mengkonfirmasi keberadaan HIV…”
Walaupun tidak ada penelitian yang secara spesifik mempelajari test PCR pada orang-orang yang HIV negatif, literatur medis mencatat banyak insiden terjadi ketika mendeteksi adanya level viral load pada orang-orang yang HIV negatif!
Satu group para peneliti AIDS dari Johns Hopkins School of Public Health menyayangkan atas ketidakakuratan viral load PCR dan mendeskripsikannya sebagai test yang tidak masuk akal dan mahal ketika beberapa peneliti memverifikasi PCR telah memberikan hasil yang berlawanan. Suatu laporan data dari penguji AIDS, Dr. David Rasnick, yang dipublikasikan dalam Journal of Biological Chemistry, mendemonstrasikan bahwa setidaknya 99.8% dari hasil pengukuran test viral menunjukkan partikel virus tidak berbahaya, dan menekankan bahwa PCR seharusnya diganti oleh suatu test yang bisa mengukur adanya HIV aktual dalam plasma darah.
Jadi boleh dikata, orang yang menderita penyakit UMUM (HIV negatif) bisa menunjukkan hasil nilai viral load yang tinggi, seperti misalnya flu, cacar, hepatitis, herpes, dan lain-lain. Bahkan virus umum yang TIDAK AKTIF pun bisa menghasilkan nilai viral load yang tinggi pula!
Cobalah menguji 10 atau 100 orang sakit akibat virus tapi HIV negatif dan lihat bagaimana hasil viral load mereka?!
Detail informasi tentang “penyesatan” test viral load ini bisa Anda baca dalam artikel saya yang berjudul “Mitos HIV Sekitar Viral Load dan Sel T”.
MALAPETAKA YANG DITIMBULKAN DARI 3 TIMBANGAN RUSAK
Setelah mengetahui kesalahan-kesalahan dari 3 timbangan rusak di atas, bisa dilihat apa saja malapetaka yang ditimbulkan ke praktisi medis, pasien dan masyarakat:
- Orang yang sehat akan divonis positif HIV padahal ia hanya baru saja sembuh dari suatu penyakit UMUM atau bahkan sedang hamil.
- Orang yang sakit UMUM akan divonis positif HIV.
- Positif HIV yang salah menjadikan mereka korban obat-obatan kimia yang tidak dibutuhkan, terlebih lagi menderita kerugian non-materi berupa dikucilkan dari komunitas, perasaan bersalah berlebih, hancurnya kepercayaan diri, dan emosi negatif lainnya yang bisa dialami seumur hidup mereka.
- Kewajiban mengonsumsi ARV seumur hidup menimbulkan berbagai efek samping yang membawa mereka jadi korban obat-obatan kimia lainnya untuk menutupi efek samping obat tersebut.
- Praktisi medis konvensional yang tidak tahu tentang hal ini menjadi “boneka” untuk menarik banyak keuntungan bagi para mafia kesehatan. Mereka tanpa disadari, akhirnya melakukan tindakan malpraktek (tanpa sadar) dan membunuh banyak nyawa dengan “salah diagnosa” mereka.
Coba Anda bayangkan, berapa banyak uang yang didapat oleh para mafia kesehatan dari kasus HIV/AIDS ini? Bisnis yang didapat dari penjualan obat karena salah diagnosa dan menutupi efek samping, jika dikalikan dengan orderan SEUMUR HIDUP oleh SELURUH DUNIA, merupakan “uang segunung yang tidak bakal habis untuk 14 keturunan”!
Semoga artikel ini bisa menyelamatkan banyak nyawa, terutama para Odha. Bagi Anda yang beruntung mendapatkan informasi berharga ini, jangan lupa untuk menyebarkannya ke orang-orang yang Anda kenal. Siapa tahu, tindakan sederhana menyebarkan informasi ini bisa menyelamatkan seseorang yang sedang membutuhkannya.
Healindonesia, Dt Awan (Andreas Hermawan)
Link referensi: