Kacang kedelai mengandung minyak sekitar 20%. Untuk bisa menghasilkan minyak kedelai, kacang kedelai dilumat terlebih dahulu, lalu dilarutkan dengan heksan supaya muncul minyaknya. Sisa-sisa ampasnya biasanya digunakan untuk pakan hewan.
Minyak kedelai mendapatkan urutan kedua sebagai minyak yang paling banyak diproduksi di dunia. Sangat banyak yang dijual diberbagai negara sebagai minyak nabati, adalah minyak kedelai. Minyak kedelai dipercaya sebagai sumber yang kaya akan vitamin E dan vitamin K. Tidak seperti produk kedelai lainnya seperti misal: tahu, tempe, dan kecap, minyak kedelai sebenarnya tidak mengandung fitoestrogen.
Konsumsi Minyak Kedelai Berhubungan dengan Kanker Payudara
Minyak kedelai mengandung berbagai asam lemak utama seperti asam linoleic (51%), asam oleic (23%), asam palmitic (10%), asam alpha-linolenic (7%), dan asam stearic (4%). Asam Linoleic, adalah suatu asam lemak jenis omega-6, yang sering jadi makanan lemak tak jenuh ganda di berbagai negara. Ia banyak ditemui di hampir semua yang kita makan, termasuk daging, sayur, minyak sayur, buah-buahan, kacang-kacangan, biji-bijian, sereal, dan roti.
Asam Linoleic merupakan pencetus produksi asam arachidonic (dan eicosanoid yang berasal dari asam arachidonic). Hal ini bisa menimbulkan kekhawatiran, yaitu pola makan yang terlalu banyak asam linoleic akan meningkatkan kadar asam arachidonic dan eicosanoid di dalam tubuh sehingga bisa mengakibatkan kanker, sakit jantung, peradangan, dan penyakit lainnya.
Asam arachidonic juga bisa meningkatkan hormon estrogen. Dalam suatu penelitian, asam linoleic telah terbukti meningkatkan pertumbuhan tumor pada payudara tikus-tikus.
Asam alpha-linolenic merupakan jenis asam lemak omega-3. Efek perlindungan terhadap kanker payudara dari omega-3 sangat bergantung dari jumlah perbandingan dengan omega-6, dimana secara resmi ditentukan rasio omega-6 dan omega-3 adalah 2:1 atau dibawah itu. Namun, rasio omega-6 dan omega-3 dalam minyak kedelai adalah 7:1.
Uap Minyak Kedelai Mengandung Racun
Beberapa penelitian di Asia telah memfokuskan efek karsinogen (penyebab kanker) dari uap dan asap berbagai minyak goreng. Minyak kedelai ditemukan membentuk kimiawi 4-hydroxy-2-trans-nonenal, yaitu suatu zat beracun dari peroksida asam linoleic, pada saat dipanaskan di suhu 365 derajat Fahrenheit, dengan demikian tidak dianjurkan dipakai untuk keperluan menggoreng sampai kering (deep frying).
Penelitian lain menemukan bahwa minyak kedelai menghasilkan lebih banyak zat karsinogen polycyclic aromatic hydrocarbon dalam asapnya selama proses pemanasan dibandingkan minyak kanola dan minyak bunga matahari. Menghirup uap dan asap dari minyak goreng disinyalir dapat meningkatkan resiko kanker paru-paru oleh berbagai penelitian di Cina.
Proses Hidrogenasi yang Meningkatkan Kolesterol Jahat
Minyak kedelai terhidrogenasi banyak ditemukan di makanan olahan dan makanan restoran. Minyak kedelai yang diproses dengan hidrogenasi sebagian perlu dihindari, karena proses ini meningkatkan daya tahan minyak untuk penyimpanan dan mengurangi kebutuhan untuk disimpan dalam pendingin.
Hidrogenasi sebagian akan menghasilkan asam lemak trans, yang dapat meningkatkan kolesterol LDL (kolesterol “jahat”) dan menurunkan kolesterol HDL (kolesterol baik), dengan demikian meningkatkan resiko penyakit jantung. Konsumsi asam lemak trans juga berhubungan dengan meningkatnya resiko kanker payudara. Disamping itu, mengonsumsi minyak kedelai dapat meningkatkan penebalan sel darah.
Mengonsumsi Makanan Apapun yang Mengandung Minyak Kedelai akan Meningkatkan Resiko Kanker
Studi di Mei 2011 yang dipublikasikan oleh Indian Journal of Medical Research memberitahu bahwa konsumsi makanan yang mengandung minyak kedelai dapat menaikkan resiko kanker dibandingkan dengan konsumsi mentega sapi (cow ghee), yaitu sejenis mentega yang digunakan di Asia Selatan.
R. Rani dan V. K. Kansal dari National Dairy Research Institute di Haryana, India menguji minyak kedelai dan mentega sapi pada tikus-tikus betina yang telah dipaparkan zat karsinogen 1,12-dimethylbenz (a) anthracene (DMBA) supaya berpotensi menderita kanker payudara.
Dua grup tikus telah diberi pakan dengan kandungan 10% minyak kedelai atau mentega sapi selama 44 minggu. Dalam 5 minggu, tikus-tikus yang menerima DMBA 39 mg per hari secara oral mulai menunjukkan adanya kanker.
Para peneliti menemukan bahwa di antara 2 grup tikus tadi, tikus-tikus yang mengonsumsi pakan yang mengandung minyak kedelai ternyata lebih banyak tumornya, dibandingkan dengan yang mengonsumsi pakan yang mengandung mentega sapi, yaitu 65,4% banding 26,6%. Berat tumor juga lebih tinggi di grup minyak kedelai dibandingkan grup mentega sapi, yaitu 6,18 grams banding 1,67 grams.
Masa munculnya tumor adalah 23 minggu pada grup tikus yang mengonsumsi minyak kedelai dan 27 minggu pada grup tikus yang mengonsumsi mentega sapi.
Para peneliti juga menemukan proses karsinogenesis yang dengan cepat meningkat pada grup tikus minyak kedelai dibandingkan grup tikus mentega sapi.
Walaupun sering dipromosikan sebagai minyak yang “menyehatkan” dengan frase “tanpa kolesterol”-nya, banyak produk-produk keju kedelai mengandung lemak terhidrogenasi sebagian. Produk-produk yang memiliki cita rasa terbaik justru seringkali memiliki kandungan yang tinggi. Komposisi utama dari keju kedelai seperti misalnya Tofutti, adalah air dan minyak kedelai terhidrogenasi sebagian. Organisasi The Citizens for Science in the Public Interest menemukan bahwa “tiap irisan 2/3 ons mengandung 2 gram penyumbatan arteri akibat lemak trans”.
Minyak kedelai dan minyak jagung mengandung lebih banyak omega-6, dimana para peneliti percaya hal ini dapat memicu pertumbuhan tumor. Oleh karena itu, pasien kanker yang menerima terapi alternatif disarankan untuk tidak mengonsumsi produk-produk makanan yang mengandung minyak kedelai dan minyak jagung.
Link referensi: